Minggu, 14 Juni 2009

Hubungan Rahasia Indonesia Israel


Pemerintah boleh bilang tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel. Tapi fakta di lapangan, menunjukkan hal yang sebaliknya. Pemerintah RI dan Israel justru membina hubungan baik dengan Israel. Sebuah pengkhianatan?
Hubungan 'mesra' Indonesia-Israel dimulai sejak pemerin-tahan Abdurrahman Wahid alias Gus Dur. Tahun 1999, Gus Dur merencanakan untuk membuka kembali hubungan perdagangan dengan negeri penjajah itu, yang telah terputus sejak tahun 1967. Rencana itu pun diwujudkan oleh Menteri Perindustrian dan Perdagangan Luhut Binsar Pandjaitan pada tahun 2001. Menteri ini menanda-tangani Surat Keputusan Menperindag No.23/MPP/01/2001 tertanggal 10 Januari 2001 yang melegalkan hubungan dagang antara RI dengan Zionis-Israel.

Kemesraan itu pun terus berlanjut pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Pada 13 September 2005, Menteri Luar Negeri Hassan Wirayudha bertemu dengan Menlu Israel, Silvan Shalom, di New York, AS. Hassan mengaku pertemuan itu tidak membahas pemulihan hubungan diplomatik. "Kami tidak bicara masalah hubungan diplomatik. Israel sangat tahu posisi Indonesia seperti apa," katanya. Saat itu pemberitaan di sejum-lah media massa asing ramai menyiarkan keinginan Israel untuk membangun hubungan diplomatik dengan Indonesia. Menurut media asing itu, Jerusalem (Israel) telah mengirimkan surat tentang hal itu kepada Jakarta.
Fakta itu sempat membuat SBY kelimpungan. Dengan gerakan tangan dan bahasa tubuh khas, SBY, berkata, “Tidak ada yang gelap, karena, sekali lagi, kita ingin membantu perjuangan bangsa dan rakyat Palestina,” ujar SBY di kantor Perwakilan Tetap Republik Indonesia di New York waktu itu. Sayang jawaban itu tak bisa memberikan makna apa-apa dari pertemuan rahasia tersebut. Sejak itu hubungan kedua negara makin intensif. Memang hubungan ini tidak dijalankan oleh para eksekutif/pejabat negara tapi oleh para pengusaha.

Tahun 2006 lalu misalnya, sebuah misi dagang Kamar Dagang dan Industri Indonesia berkun-jung ke Israel. Saat itu Ketua Kadin Indonesia Mohammad Hidayat menandatangani perjanjian ekonomi kedua negara. ''Indonesia bisa menjadi pasar utama bagi ekspor barang-barang Israel ke Asia Tenggara,'' kata Presiden Israel Manufacturers Association, Shraga Brosh dalam acara itu. Sedangkan Hidayat mengatakan kerja sama ini bisa membantu perusahaan-perusahaan Israel untuk melakukan kegiatan di Indonesia.

Kunjungan ini sekaligus menegaskan bahwa telah terjalin kontak yang intensif antara kedua negara di sektor perdagangan. Lihat saja data volume perdagangan Indonesia-Israel selama tahun 2005 mencapai 154 juta dolar. Dari nilai ini, Israel hanya mengekspor 14 juta dolar, sedang Indonesia mengekspor 140 juta dolar ke Israel, terutama untuk barang elektronika, plastik, dan karet. Negara Zionis itu menargetkan volume perdagangan kedua negara bakal mencapai 600 juta dolar di tahun 2010.

Zionis mengincar berbagai proyek penting di Indonesia misalnya proyek pembangunan PLT-Geothermal di Sumatera senilai 200 juta dolar yang dimenangkan oleh Ormat Technology, perusahaan engineering Israel di bidang energi geothermal. Selain itu, Indonesia menjadi sasaran pemasaran produk-produk teknologi biomedik.

Seorang dokter bedah Indonesia yang sering bepergian ke medan konflik di seluruh dunia seperti Afghanistan, Irak, Lebanon, Palestina, Somalia, dan lain-lain mengungkapkan banyak peralatan ICU yang ada di rumah-rumah sakit besar di negeri ini dibeli dari Israel. Dalam kaitan itu, lanjutnya, pemerintah Indonesia telah mengirimkan tenaga-tenaga medis Indonesia ke sana untuk pelatihan ICU (Intensive Care Unit). Menurutnya, seperti dikutip eramuslim, rumah-rumah sakit besar yang ada di Indonesia, terutama di Jakarta dan kota-kota besar lainnya, sudah lazim mengirim tenaga-tenaga medisnya untuk mendapat pelatihan ICU di Israel.

Selain dunia medis, menurut data yang didapatkan situs tersebut, TNI juga telah melakukan pembelian sejumlah senjata api jenis senapan sniper seperti Galil-Galatz keluaran Israeli Military Industries (IMI) beberapa tahun lalu. Kasus ini pernah mengemuka dan menjadi perdebatan publik beberapa waktu lalu namun isunya menguap begitu saja seiring berjalannya waktu.

Bahkan, menurut Jenderal (Pur) Soemitro dalam memoarnya berjudul, ''Soemitro dari Pangdam Mulawarman sampai Pangkopkaptib,'' menegaskan hubungan yang harmonis antara intelijen Israel, Mossad, dan TNI. Ia menulis: ''David, Raviv, dan Yosi Melman dalam buku mereka Every Spy Prince menulis bahwa Indonesia pernah mengadakan hubungan dengan Mossad. Katanya, Mossad mengirimkan utusan, satu tim dari posnya di Singapura ke Jakarta lalu mengadakan pembicaraan yang berbuah: Pihak Israel menyelenggarakan latihan buat tentara Indonesia dan intelijennya. Mossad, katanya, telah menganggap pilihan yang bagus, dan intelijen Israel membuka perwakilannya di Jakarta dengan 'berwajah dagang'. Indonesia mengirimkan tenaganya ke Israel untuk mendapatkan pelatihan di sana. Saya sendiri tidak pernah punya hubungan langsung dengan pihak Israel, tidak pernah. Paling-paling, saya ingat, saya pernah datang ke Jl Tosari (kalau tidak salah) memenuhi undangan mata rantai Israel yang ada di Jakarta. Yang saya benarkan waktu itu mengadakan hubungan dengan Israel, dan itu sehubungan dengan penumpasan PKI, adalah intelijen kita. Dalam hal ini Pak Sutopo Yuwono, Pak Kharis Suhud, dan Nicklany. Tiga orang ini yang saya izinkan. Kami mengadakan hubungan dengan Mossad dan dengan MI-6 (Inggris). Kedua-duanya amat peka mengenai masalah komunis. Amerika (CIA) kalah dalam hal ini. Apalagi setelah terjadinya Water-gate. Hancur intelijen Amerika waktu itu. Kerja sama Indonesia waktu itu dengan intelijen itu (Mossad dan MI-6) adalah meliputi komunisme, dan itu berjalan baik.”

Sebuah blog intelijen di internet mengungkapkan bahwa saat ini malah intelijen Israel telah masuk ke Indonesia. ''Mereka bergerak tidak dalam jumlah yang besar, tetapi sangat efektif karena beberapa agen yang telah mendapat pelatihan melalui "paket wisata rohani" sehingga bisa masuk Israel. Keberadaan beberapa agen lokal yang telah dilatih tersebut kemudian membina beberapa informan, tanpa si informan tahu untuk siapa sebenarnya dia bekerja, karena yang penting mereka menerima bayaran.

Dalam pengamatan saya, jumlah agen Mossad yang aktif di Indonesia hanya sekitar 2-3 orang saja, saling bergantian dan hampir selalu berjalan minimal berdua. Pusat komunikasi dan komando tetap berada di Singapura, lagi pula mereka secara mobile bisa bermarkas di mana saja,'' tulisnya. Tujuan infiltrasi itu, menurutnya, secara umum memang ditargetkan untuk memperoleh pengakuan atau pembukaan hubungan diplomatik. Meski Indonesia bukan negara Islam, tetapi pengakuan keberadaan Israel sangatlah penting dan strategis.
Fakta-fakta di atas menunjukkan bahwa telah ada hubungan yang 'harmonis' antara Indonesia dan Israel dengan bungkus di luar masalah diplomatik. Bisa perdagangan, pariwisata atau yang lainnya. Hanya saja hubungan itu disembunyikan karena jelas hubungan itu tidak sesuai dengan prinsip bangsa Indonesia khususnya umat Islam yang anti penjajahan. Bagaimana pun bentuk hubungan itu tidak dapat dibenarkan.

Dalam perkembangannya, prinsip itu dikalahkan oleh mereka yang menjadikan bisnis/uang sebagai segalanya dalam hidup. Para pengkhianat bangsa seakan tak peduli lagi dengan nilai-nilai. Inilah jebakan sukses yang ditanamkan oleh kaum Zionis di negeri ini: menghalalkan segala cara!

Jejak Zionis di Indonesia

Jauh sebelum Indonesia merdeka kaum Zionis sebenarnya telah masuk ke Indonesia. Ridwan Saidi, salah satu tokoh yang peduli terhadap sejarah Indonesia, dalam bukunya Fakta & Data Yahudi di Indonesia II, menyatakan masuknya Zionis ke Indonesia dibawa oleh kaum Freemansonry. Mereka masuk dengan mendirikan perkumpulan teosofi pada tahun 1875 yang bernama Nederlandsch Indische Theosofische Vereeniging (Perkumpulan teosofi Hindia Belanda).

Karenanya, warga Yahudi sudah ada sejak masa kolonial Belanda, khususnya di Jakarta. Pada abad ke-19 dan 20 sampai menjelang Belanda hengkang dari Indonesia, ada sejumlah Yahudi yang membuka toko-toko di Noordwijk (kini Jl Juanda) dan Risjwijk (Jl Veteran) -- dua kawasan elite di Batavia kala itu--seperti Olislaeger, Goldenberg, Jacobson van den Berg, Ezekiel & Sons dan Goodwordh Company.

Situs swaramuslim menyebutkan, sejumlah kecil pengusaha Yahudi pernah meraih sukses. Mereka adalah pedagang-pedagang tangguh yang menjual berlian, emas dan intan, perak, jam tangan, kaca mata dan berbagai komoditas lainnya. Jumlah kaum Yahudi ini ratusan. Karena mereka pandai berbahasa Arab, mereka sering dianggap keturunan Arab. Apalagi memang banyak di antara mereka yang datang dari Negara Arab karena Negara Israel belum ada. Mereka memiliki persatuan yang kuat. Setiap Sabat (hari suci umat Yahudi), mereka berkumpul bersama di Mangga Besar, yang kala itu merupakan tempat pertemuannya.

Kaum Yahudi ini umumnya memakai paspor Belanda dan mengaku sebagai warga kincir angin. Tak heran di masa kolonial, warga Yahudi ada yang mendapat posisi tinggi di pemerintahan, termasuk gubernur jenderal AWL Tjandra van Starkemborgh Stachouwer (1936-1942).

Dalam buku Jejak Freemason & Zionis di Indonesia disebutkan bahwa gedung Bappenas di Taman Surapati dulunya merupakan tempat para anggota Freemason melakukan peribadatan dan pertemuan. Mereka bernyanyi sambil membaca kitab Talmut dan Zabur, dua kitab suci mereka. Menurut Herry Nurdy, penulis buku tersebut, Gedung Bappenas di kawasan elit Menteng, dulunya bernama gedung Adhuc Stat dengan logo Freemasonry di kiri kanan atas gedungnya, terpampang jelas ketika itu. Anggota Freemason menyebutnya sebagai loji atau rumah syetan. Disebut rumah syetan, karena dalam peribadatannya anggota gerakan ini memanggil arwah-arwah atau jin dan syetan.

Dalam buku “Menteng Kota Taman Pertama di Indonesia” karangan Adolf Hueken, SJ, disebutkan, awalnya gedung yang kini berperan penting merencanakan pembangunan Indonesia itu adalah bekas loge-gebouw, tempat pertemuan mereka. Loge-gebouw atau rumah arloji sendiri adalah sebuah sinagog, tempat peribadatan kaum Yahudi. Jejak mereka juga tampak di sepanjang Jalan Medan Merdeka Barat dengan berbagai gedung pencakar langitnya. Menurut Ridwan Saidi, semasa kolonial Belanda, Jalan Medan Merdeka Barat bernama Jalan Blavatsky Boulevard. Nama Blavatsky berasal dari nama Helena Blavatsky, seorang tokoh Zionis-Yahudi asal Rusia yang giat mendukung gerakan Freemasonry.

Wanita yang lahir tahun 1875, oleh pusat gerakan Zionis di Inggris, Fremasonry, diutus ke New York. Di sana ia mendirikan perhimpunan kaum Theosofi. Blavatsky dikenal sebagai propagandis utama ajaran Theosofi. Pada tahun 1853, saat perjalanannya dari Tibet ke Inggris, Madame Blavatsky pernah mampir ke Jawa (Batavia). Selama satu tahun di Batavia, ia mengajarkan Theosofi kepada para elit kolonial dan masyarakat Hindia Belanda. Sejak itu, Teosofi menjadi salah satu ajaran yang berkembang di Indonesia.

Salah satu ajaran Theosofi yang utama adalah menganggap semua ajaran agama sama. Ajaran ini sangat mirip dan sebangun dengan pemahaman kaum liberal yang ada di Indonesia. Menurut cerita Ridwan Saidi, di era tahun 1950-an, di Jalan Blavatsky Boulevard pernah berdiri sebuah loge atau sinagog. Gedung itu tak lain adalah gedung Indosat. Tak heran jika perusahaan itu dikuasai oleh Singtel, sebuah perusahaan telekomunikasi Yahudi asal Singapura. Bisa jadi sekarang menjadi sinagog lagi.

Selain di Jakarta, kaum Yahudi membangun komunitas di Bandung, Yogyakarta, dan Surabaya. Khusus di Surabaya, kaum Yahudi membentuk komunitas sendiri di beberapa kawasan kota lama, seperti Bubutan dan Jalan Kayon. Di Jalan Kayon No 4, Surabaya, hingga kini berdiri sebuah sinagog, tempat peribadatan kaum Yahudi. Selama ini gerakan mereka tidak gampang terdeteksi masyarakat karena berkedok yayasan sosial dan amal.

Pada 1957, ketika hubungan antara RI-Belanda putus akibat kasus Irian Barat (Papua), tidak diketahui apakah seluruh warga Yahudi meninggalkan Indonesia. Konon, mereka masih terdapat di Indonesia meski jumlahnya tidak lagi seperti dulu. Yang pasti Yahudi dan jaringan gerakannya sudah lama menancapkan kukunya di Indonesia. Mereka ingin menaklukkan Indonesia, sebagai negeri dengan mayoritas Muslim terbesar.

Pengaruh Yahudi Makin Dominan Di Indonesia

Kini orang mulai percaya masuknya pengaruh Yahudi ke Indonesia bukanlah isapan jempol belaka. Kehancuran negeri ini dengan “jubah” reformasi sejatinya menjadi senjata pemusnah yang amat dahsyat, untuk melibas rata tanah Negeri Muslim terbesar di dunia ini.

Penetrasi habis-habisan ekonomi, politik, budaya, dan moral, bahkan seluruh tatanan oleh Barat di Indo-nesia, sejatinya dipastikan lokomotifnya adalah kepentingan Yahudi yang telah mencengkeram Barat melalui lobi jahat mereka. Hadirnya grafiti lambang Yahudi dan Israel, Bintang David di tembok-tembok kota di Indonesia bukanlah dari coretan orang awam dan iseng belaka. Begitu halnya coretan lambang Yahudi itu kini hadir di badan-badan bus kota di ibukota.

Proklamasi kehadiran dan eksistensi Yahudi di Indonesia sengaja dikibarkan dengan momentum pencaplokan Indosat oleh Singapura sekaligus mengubah lambang Indosat menjadi lambang Bintang David secara terang-terangan. Masuknya Raja Media Massa, Rupert Murdoch dengan bendera Star TV dengan mencaplok ANTV dan serenceng TV lainnya, juga bercokolnya Playboy, sangat menjelas-kan sebagai babak lanjutan negeri Muslim terbesar ini benar-benar telah dicengkeram “tangan setan” Yahudi.

Babak akhir sebagai happy ending-nya kini tengah dirancang secara matang, hubungan diplomatik Indonesia-Israel harus dibuka. Kendati secara fisik kehadiran Yahudi telah nyata-nyata menjarah seluruh kehidupan bangsa Indonesia, namun hubungan diplomatik Indonesia-Israel tetap dianggap sebagai palang pintu utama yang mutlak harus resmi dijebol.

Upaya menjebol palang pintu utama ini sejatinya telah dirintis sejak lama. Ingat saja berbagai manuver bekas Presiden Abdurrahman Wahid yang tak pernah menutupi dirinya yang memang dekat dengan Israel. Sebagai anggota Shimon Perez Foundation, Abdurahman pernah dengan berani mengunjungi Israel bersama sejumlah tokoh antara lain: Habib Hirzin, Bondan Gunawan dan lain-lain jauh hari sebelum ia duduk sebagai presiden RI. Tatkala Wahid usai dilantik menjadi Presiden RI ke-4, selang beberapa hari saja ia sudah mengumumkan hendak merintis pembukaan hubungan diplomatik dengan Israel. Jauh hari sebelum itu, sejumlah empat wartawan Indonesia diundang pemerintahan Yizhak Rabin pada awal 1994. Empat wartawan itu adalah: Derek Manangka (Media Indonesia), Nasir Tamara (Republika), Wahyu Indrasto (Eksekutif), dan Taufik Darusman (Business Wekly). Derek Manangka kemudian membuat tulisan berseri yang jelas-jelas menjadi propaganda habis-habisan pentingnya Indonesia segera membuka hubungan diplomatik dengan Israel. Kunjungan dan laporan wartawan-wartawan tentang Israel menimbulkan gelombang protes. Begitu juga kunjungan Yizhak Rabin yang sangat rahasia ke rumah Presiden Soeharto bisa menjelaskan usaha Israel secara maksimal untuk menjebol palang pintu utama ini. Namun hasilnya selalu gagal.

Kabar terbaru usaha menjebol “palang pintu utama” (resmi dibukanya hubungan diplomatik Israel Indonesia) yang hakikatnya secara fisik telah diduduki, diinvasi, bahkan dijarah habis-habisan, adalah mencuatnya pemberitaan segera datang Delegasi Parlemen Israel (Knesset) ke Sidang Inter Palia-mentary Union (IPU) di Nusa Dua Bali Indonesia 29 April-4 Mei 2007. Sikap pemerintah Indonesia melalui Menteri Luar Negeri RI Hasan Wirayuda, menjadi indikasi kini pemerintah RI mulai “berani” melecehkan protes-protes anti-Israel.

Keberatan sejumlah tokoh Islam, juga suara minor dan terang-terangan menolak dari Ketua MPR Hidayat Nur Wahid juga wakil-wakil Ketua DPR Soetardjo Soerjogoeritno, dan Zaenal Maarif, semua ini ditepis Wirayuda dengan berbagai dalih. Di antaranya pemerintah RI hanya “ketempatan” saja sidang IPU itu yang sebenarnya akan digelar di Bangkok Thailand. Tapi karena parlemen Thailand saat ini vakum alias bubar, maka Indonesia diminta menjadi tuan rumah pengganti. Wirayuda juga berdalih pihak pengundang delegasi Knesset Israel itu bukanlah Indonesia melainkan kantor pusat IPU di Jenewa Swiss.

Tampaknya kedatangan Delegasi Knesset Israel ke Bali tak terbendung. Kalaupun gagal datang ke Bali hakikat-nya palang pintu utama itu sudah bobol secara substansial. Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono telah membuka peluang itu sejak beberapa minggu sebelumnya ketika Indonesia resmi di Dewan Keamanan PBB mendukung Resolusi 1747 yang notabene game-nya adalah kepentingan vital Israel yakni pengamanan Israel dari ancaman di sekelilingnya yang kini tinggal kekuatan Iran di kawasan Timur Tengah. Dengan Iran dilumpuhkan melalui resolusi 1747 itu, praktis Israel akan aman. Ingat kekuatan militer Israel yang sebenarnya bisa diredam bahkan dikalahkan hanya oleh milisi Hizbullah dalam perang beberapa hari di Lebanon beberapa waktu lalu. Dan Hizbullah sejatinya adalah tangan panjang Iran. Fakta inilah yang amat ditakutkan Israel saat ini.

Muncul Gelombang Protes

Serangkaian tindakan nekad pemerintahan SBY yang terang-terangan menjadi subordinasi dan kaki tangan Amerika Serikat ini segera saja memunculkan gelombang protes dari kantong-kantong perlawanan ummat Islam, di antaranya KISDI (Komite Indonesia untuk Solidaritas Dunia Islam), KISPA (Komite Indonesia untuk Solidaritas Palestina), dan FUI ( Forum Umat Islam ) yang merupakan gabungan berbagai (40-an) ormas Islam. Ketiga kekuatan perlawanan Islam ini secara bersama pada 20 April mendatangi DPR-RI dan diterima Wakil Ketua DPR Soetardjo Soerjogoeritno.

Wakil Ketua DPR yang akrab dipanggil Mbah Tardjo meyakinkan delegasi KISDI, KISPA dan FUI, bahwa dirinya sejak awal telah mengusulkan agar bagaimanapun caranya delegasi parlemen Israel itu harus tidak boleh datang ke sidang IPU di Indonesia. Wakil Ketua DPR yang lain Zaenal Ma'arif malah lebih tegas mengusulkan agar pemerintah RI tidak usah memberikan visa kepada delegasi Knesset Israel itu sehingga mereka tak mungkin masuk ke Indonesia. Sementara KISPA mengutip fakta bagaimana IPU mentolerir Knesset Israel ini sementara hari-hari ini saja pemerintah Israel masih menahan 28 anggota parlemen Palestina termasuk sejumlah pimpinan terasnya.

KISDI melalui Ketua Pelaksana Hariannya, Ahmad Sumargono menguraikan latar belakang makin terseret-nya pemerintahan SBY ke dalam kepentingan Amerika Serikat dan Israel. Kenyataan ini dimulai sejak Security Council atau Dewan Keamanan PBB, pada 24 Maret lalu menjatuhkan sanksi Resolusi 1747 kepada Iran. Lima belas anggota tetap Dewan Keamanan PBB ditambah dua anggota tidak tetap yakni Indonesia dan Qatar, menjatuhkan sank-si kepada Iran itu dengan suara bulat dan memperkuat sanksi senada sebelumnya 1737 yang dijatuhkan akhir tahun lalu.

Beraneka ragam dalih pemerintah RI kenapa ikut mendukung resolusi DK (Dewan Keamanan) PBB, ternyata merupakan kebohongan luar biasa. Kete-rangan jubir Presiden Andi Mallarangeng menjelang dijatuhkannya sanksi DK PBB itu misalnya, ia menjelaskan bahwa SBY berbicara per telepon dengan Presiden Geoge Bush bukan soal sanksi PBB kepada Iran. Namun belakangan pers Barat malah menyebutkan pembicaraan dua orang itu memang menyangkut sanksi PBB kepada Iran. Kebohongan habis-habisan, menurut Sumargono, juga dilakukan wakil pemerintah RI yang langsung mengikuti sidang DK PBB itu, Rezlan Ishar Jenie. Kebohongan itu justru terbongkar dari rincian jalannya persidangan yang dikeluarkan secara resmi oleh Departement of Public Informations News and Media Division, Security Council New York, dan bisa diakses siapa saja melalui internet.

Dengan membaca rincian isi resolusi 1747 ternyata maknanya bukan sekadar mengembargo proyek pengayaan nuklir Iran tetapi juga melumpuhkan sistem pertahanan dan persenjataan Iran. Inilah upaya paripurna AS setelah berhasil me-lumpuhkan Irak, kini Iran pun berhasil dilumpuhkan melalui resolusi 1747. Iran dipandang sangat berbahaya sebagai satu-satunya negara yang mempunyai kemampuan melawan Israel, selain Su-riah. AS pun berambisi melumpuhkan dua negara ini dengan segala cara, karena dua negara inilah yang selama ini selalu membantu perjuangan Hamas maupun Hizbullah yang terus mengobarkan perlawanan kepada si anak emas, Israel.

Sangat jelas, kata Sumargono, resolusi 1747 hanyalah untuk kepenting-an Amerika dan Israel belaka. Sungguh aneh jika pemerintah Indonesia mendu-kungnya bahkan dengan melakukan manipulasi proses jalannya persidangan di DK PBB. Harus menjadi kesadaran lahir-batin posisi pemerintah Indonesia sejak puluhan tahun lalu selalu menen-tang, eksistensi dan penjajahan Israel terhadap bangsa Palestina. Sikap peme-rintah Indonesia yang amat hipokrit diperlihatkan SBY belakangan dengan seolah-olah mendukung Iran seraya menerima kunjungan Presiden Iran Ahmad Dinejad ke Indonesia, juga pimpinan Parlemen Iran, para Ulama Iran, silih berganti berkunjung ke Jakarta.

Dengan tulus tatkala presiden Iran berkunjung ke Jakarta telah ia janjikan pemerintahnya akan segera membangun kilang BBM (Bahan Bakar Minyak) yang sangat dibutuhkan bangsa Muslim terbesar di dunia ini. Dinejad menjanjikan bahan baku BBM itu akan ia pasok dari Iran dengan harga hanya 10 dollar AS, yang niscaya bagai diberi hibah saja layaknya. Rencana ini dipastikan akan dibatalkan pemerintah Iran menyusul sikap Indonesia mendukung resolusi DK PBB 1747.
Sebaliknya, sungguh ironis justru sebagai “upah” pengabdian yang luar biasa pemerintah SBY kepada AS itu, minggu lalu pemerintah AS mengumumkan peringatan pemerintah AS kepada warganya untuk tidak menaiki maskapai penerbangan milik Indonesia. Dengan alasan keamanan yang amat minim dan jauh dari standar internasional, maka warga AS dilarang terbang menggunakan pesawat komersil dari Indonesia.
Bukan sekadar mendatangi DPR, KISDI pun pada 22 April menggelar Tabligh Akbar di Masjid Agung Al Azhar Kebayoran Baru, Jakarta. Sejumlah pembicara ditampilkan untuk menentang kedatangan delegasi parlemen Israel ini. Tampak naik ke atas mimbar: Wakil Ketua DPR Soetardjo Soerjogoeritno, Ketua MPR-RI Dr Hidayat Nur Wahid, Ketua MUI dan Ketua Dewan Dakwah sekaligus Ketua KISDI, KH Khalil Ridwan Lc, Budayawan Ridwan Saidi, Ketua BKSPP KH Amin Noer, serta deretan tokoh-tokoh muda Islam mulai Al Muzamil Yusuf (DPR), Munarman SH (mantan ketua YLBHI), Fadli Zon (IPS), Ferry Noor (Kispa), M Al Khaththath (FUI), Zaaf Muh Fadzlan (Mubaligh asal Papua) dan Ahmad Sumargono sendiri sebagai tuan rumah.
Ketua MPR Hidayat Nur Wahid menegaskan jika pemerintah RI tidak mencegah kedatangan delegasi parlemen Israel ini akan menambah jatuh citra pemerintah SBY setelah akhir-akhir ini memang semakin merosot di tengah rakyat Indonesia. Wakil Ketua DPR, Soetardjo Soerjogoeritno mengingatkan sejak 1963 pemerintah RI melalui sikap tegas presiden Soekarno saat itu, memboikot rencana diundangnya Israel di forum Asian Games. Dengan gagah berani Soekarno kemudian membuat event olahraga tandingan yakni Ganefo. Hingga kini kata “Mbah Tardjo” (panggilan akrab Soetardjo), monumen penolakan tegas kepada Israel itu masih berdiri yakni gedung TVRI dan gedung lama DPR-RI.
Al Khaththath mewakili Forum Umat Islam (FUI) merinci kejahatan Israel yang sungguh tiada tara terhadap kemanusiaan, khususnya kepada bangsa Palestina. Sebagai ghasib (perampas) dalam hukum Islam, menurut Khaththath, Israel harus menyerahkan seluruh tanah bangsa Palestina tanpa kecuali. Jika sejak awal (pasca PD I 1920-an) di tanah Palestina tidak ada sama sekali negara Israel maka Israel harus hengkang dari sana. Kepada pemerintah Indonesia yang justru memfasilitasi kedatangan delegasi parlemen Israel dalam sidang IPU di Indonesia, FUI mengutuk dengan keras (selengkapnya baca boks : FUI Menolak Parlemen Israel).
Di bagian akhir tabligh akbar KISDI ini, Ferry Noor sebagai juru bicara KISPA (Komite Indonesia Untuk Soli-daritas Palestina), memprotes pemerintah Indonesia juga kalangan parle-men internasional yang menolerir parlemen Israel yang jelas-jelas saat ini dengan amat brutal Israel saat ini justru menahan 28 orang anggota parlemen Palestina termasuk pimpinan terasnya .
Dalam penutupan tabligh akbar ini, Sumargono bersama Al Khathath mengajak ribuan jamaah yang tetap bertahan di dalam masjid untuk ramai-ramai demo ke Departemen Hukum dan HAM. Ajakan ini disambut pekik takbir “Allahu Akbar!” Esok harinya 23 April demo prakarsa FUI dan KISDI ini benar-benar digelar di halaman Departemen Hukum dan HAM. Menteri Hamid Awaluddin tidak berada di tempat. Rombongan pendemo hanya diterima Kepala Penerangan yang menjanjikan usulan agar delegasi Parlemen Israel tidak diberikan visa akan diteruskan kepada menteri, seraya menganjurkan agar KISDI dan FUI juga mendatangi Departemen Luar Negeri yang justru berwenang dalam kaitan kedatangan delegasi dari Israel ini. Tantangan ini rupanya dipenuhi KISDI dan FUI yang juga mendatangi Deplu pada 26 April ke Pejambon Jakarta.

Sudah Masuk Menjarah Segalanya

Saat laporan ini disiapkan (26/4), masih terdengar aroma kuat keda-tangan delegasi Israel itu tak bisa dibendung. Namun Sabtu (28/4) Ketua DPR Agung Laksono menya-takan delegasi parlemen Israel batal datang. Seperti diuraikan di bagian awal laporan ini, hakikatnya tanpa dijebol pintu diplomatik dengan pem-bukaan Kedubes Israel di Indonesia, pengaruh Yahudi sudah masuk ke negeri ini habis-habisan. Datangnya era reformasi sejak Mei 1998 tepat sembilan tahun silam sejatinya, telah terjadi “Silent Take Over” atau pengam-bilalihan negeri ini dengan kedok refor-masi. Negeri ini masuk ke dalam cengkeraman imperialisme baru yang didalangi Amerika Serikat, yang nota-bene di bawah kekuasaan lobi Yahudi, beserta negara-negara Barat sekutunya.
Kini dalam kendali Yahudi Indonesia bergerak terus secara liar menjadi negara paling liberal di dunia. Pengambilalihan Indonesia bersamaan masuknya era reformasi itu, diakui oleh Managing Director IMF, 1998, Michael Camdesus yang menyatakan: “Kami sengaja menciptakan kondisi itu, supaya Soeharto jatuh!” Dalam buku karangan John Perkins: Economic Hit Man, juga diberkan kudeta dan penjarahan AS seperti yang terjadi di Indonesia itu. Kini setelah reformasi menggelinding sembilan tahun penuh bangsa Indonesia justru terjebak dalam lingkaran setan kehancuran dirinya.

Dalam praktek pemerintahan reformasi sejak presiden Habibie, Abdurahman Wahid, Megawati, lebih-lebih kini Susilo Bambang Yudhoyono, telah menyeret bangsa ini dijebak dalam praktek demokrasi yang tampak indah dalam teori tapi makin dipraktekkan makin menyebabkan kehancuran. Orang-orang kritis di negeri ini “men-jerit-jerit” tak henti-henti dengan diun-dangkannya berbagai undang-undang vital oleh DPR, yang selalu justru membawa kepentingan asing, Barat,AS khususnya. Semakin nyata dari hari ke hari disemai terus benih-benih keter-gantungan negerti ini terhadap asing. Pinjaman terus ditabur dan diusahakan agar tidak mampu membayarnya, se-hingga sumber daya alam yang melimpah di negeri ini bisa dikuasai asing. Akibatnya kini sungguh ironis, Indonesia sebagai negara agraris itu justru menjadi negeri pengimpor segala bahan maka-nan: mulai beras, gula jagung, kedelai, susu, daging bahkan sampai garam pun diimpor.
Akibat lanjutannya tentu saja jelas, yakni meluasnya jumlah penduduk mis-kin, menyusul pemaksaan kepentingan Barat yang berhasil menekan pemerin-tahan SBY untuk menaikkan harga BBM secara spektakuler hingga 125%. Jika data kemiskinan mengacu kepada standard UNDP yakni 2 dolar AS sehari maka jumlah orang miskin di negeri ini mencapai 110 juta jiwa atau 50% dari total jumlah penduduk Indonesia. Tak pelak mimpi reformasi sejatinya justru merupakan senjata pemusnah keamanan dan kenyamanan negeri ini, sekaligus merupakan alat dominasi global yang ujung-ujungnya adalah diotaki Amerika Serikat dan Lobi Yahudi.

Pengaruh dan dominasi Yahudi akan semakin menghancurkan negeri ini tatkala sejumlah UU telah diluncurkan oleh DPR dengan warna yang amat ekstrem Liberal, yakni UU Migas, UU Sumberdaya Air, UU Kelistrikan, dan terakhir UU Penanaman Modal yang telah memberikan “Karpet Merah” kepa-da inverstor asing yang mana di dunia didominasi pengusaha Yahudi. Lengkap sudah dominasi Yahudi di Indonesia jika benteng pertahanan akhir negeri ini jebol dengan kedatangan delegasi parlemen Israel (Kneset) ke Indonesia hari-hari ini, kemudian dengan leluasa segera diumumkan pembukakan kedubes Israel di Jakarta. (Aru Syeif Assad).

NEGARA ZIONISME ISRAEL: Haram Berdamai dan Wajib Diperangi

Sikap pemerintah Indonesia yang tidak tegas menolak kedatangan parlemen Israel, lagi-lagi menjadi pertanyaan besar. Padahal Indonesia menjadikan nilai dasar dalam politik luar negerinya adalah bebas aktif dan anti penjajahan. Hal ini bisa dilihat dari Tap MPRS no XII tentang politik luar negeri Indonesia, disebutkan : Bebas Aktif, anti imperialisme, dan kolonialisme dalam segala bentuk dan manisfetasinya serta mengabdi pada kepentingan nasional dan amanat penderitaan rakyat. Semen-tara itu Israel nyata-nyata hingga saat ini adalah penjajah dengan merampas Palestina.

Bahkan ada kecenderungan sebagian pihak di Indonesia untuk menjalin hubungan diplomatik dengan Israel. Gus Dur pada 1994 pernah melontarkan pendapat agar Indonesia seharusnya memikirkan untuk melakukan hubungan diplomatik dengan Israel. Menurutnya keberadaan Israel sudah dilegitimasi PBB, dan beberapa negara Arab seperti Mesir dan Yordania juga telah mengakui Israel.

Memang benar, beberapa negara Arab baik secara langsung atau pun tidak langsung sudah berhubungan dengan negara Israel. Namun hal tentu saja bukan menjadi alasan. Apalagi menjadikan pengakuan PBB yang diketahui menjadi organ penjajahan AS dasar untuk berhubungan dengan Israel. Bagi seorang Muslim yang menjadi standar baik dan buruk , boleh atau tidak, bukanlah individu atau kesepakatan internasional atas nama PBB. Sikap terhadap Israel harus dilihat dari kacamata aqidah dan syariah Islam.

Bukan Sekedar Krisis Teritorial

Dalam pandangan Islam, masalah Palestina bukan sekedar perselisihan teritorial, bukan pula hanya urusan rakyat Palestina, apalagi urusan PLO atau Hamas. Namun Palestina adalah urusan seluruh kaum Muslim, karena persoalan Palestina merupakan persoalan ideologis-keagamaan. Karena itu mengembalikan tanah Palestina kepada kaum Muslim adalah tanggung jawab seluruh umat Islam.

Kewajiban bersama ini ditegaskan oleh Imam An Nawawi yang mengatakan : "Para pengikut mazhab kami berpen-dapat bahwa jihad saat ini hukumnya fardhu kifayah; kecuali jika kaum kafir memasuki negeri Muslim maka jihad tersebut menjadi fardhu 'ain bagi mereka. Jika rakyat tersebut tidak mencukupi, rakyat negeri Islam yang ada di sekitarnya wajib menyempurnakan kifayat tersebut".

Tanah Palestina dalam pandangan Islam, merupakan tanah yang diberkahi Allah SWT dan dikaitkan dengan aqidah. Tanah tersebut merupakan kiblat pertama umat Islam, tempat Isra'nya Rasulullah SAW. Di tanah suci ini juga telah syahid para sahabat yang mulia, dibawah pimpinan Abu Ubaidah, Khalid bin Walid, Syurahbil bin Hasanah.

Mengingat kedudukannya yang sangat penting, tidaklah heran Khalifah Umar bin Khaththab berkenan hadir ke tempat itu menerima kunci Al Quds setelah kota itu ditaklukkan. Kemudian dibuat perjanjian Umar bin Khaththab (al 'ahdat umariyah). Di antara pasal-pasalnya berisi pengusiran orang Yahudi serta larangan tinggal atau bermalam di kota tersebut. Ini juga menjadi dasar haramnya keberadaan orang Yahudi di tanah Palestina.

Tanah Palestina bukanlah milik negara-negara Arab atau PLO, tapi merupakan milik umat Islam. Karena itu sangatlah jelas, keberadaan Israel di tanah Palestina adalah sebagai penjajah. Allah SWT telah menjadikan pelanggaran atas hak kaum Muslim, perampasan tanah, sebagai maslah vital yang harus dihadapi dengan hidup dan mati. Islam mewajibkan memerangi setiap pelang-garan dan memerintahkan kaum muslim ujntuk membela diri dan merebut kembali apa yuang telah dirampas, baik tanah maupun harta.

Kaum Muslim diperintahkan untuk mengusir musuh dari negeri-negeri Islam dan mencabut kekuasaan mereka sampai ke akar-akarnya. Tidak sedikitpun dibolehkan memberikan peluang untuk menduduki negeri-negeri Islam, apalagi menyerahkannya secara cuma-cuma tanah kaum Muslim, sekalipun hanya sejengkal. Allah SWT berfirman : "Perangilah dijalan Allah orang-orang yang memerangi kamu" (QS Albaqoroh 190). Dalam ayat berikutnya Allah SWT berfirman : "Dan bunuhlah mereka dimana saja kamu menjumpai-nya, dan usirlah mereka dari tempat dimana mereka mengusir kamu"

Hal senada diungkap dalam hadist riwayat Imam Muslim dalam shahihnya, juga Imam Ahmad dalam musnadnya, dari Abu Hurairah berkata : " Seorang laki-laki datang dan bertanya, wahai Rasulullah bagaimana pendapatmu jika datang seseorang hendak mengambil hartaku, Rasulullah menjawab :'jangan engkau berikan hartamu'. Bagaimana kalau ia menyerangku? Jawab Rasulullah lagi ' seranglah ia'. Bagaimana jika ia membunuhku? Jawab Rasulullah : 'Engkau mati syahid.”

Ibnu Taimiyah juga mengatakan, "Jika musuh telah memasuki negeri Islam, tidak diragukan lagi, bahwa hukum mempertahankannya wajib bagi yang terdekat, demikian seterusnya. Sebab, negeri Islam merupakan satu negeri".

Dari penjelasan di atas, mengadakan perdamaian dengan Israel atau mem-buka hubungan diplomatik yang secara substansial merupakan pengakuan eksistensi negara Zionis diharamkan oleh Islam. Hal itu berarti mengakui keberadaan negara penjajah yang seharusnya justru diperangi sampai titik darah penghabisan. Masalah Palestina tidak akan selesai sampai persoalan utama berupa pengembalian tanah Palestina secara mutlak kepada kaum muslim dilakukan. Inilah sikap yang harus diambil pemerintah Indonesia. Melakukan hubungan dengan Isreal bukan saja melanggar konstitusi Indonesia yang anti penjajahan , tapi juga melanggar hukum syariah Islam.

Sikap pengecut penguasa negeri-negeri Islam yang alih-alih memerangi Israel malah membuka hubungan diplomatik dengan Israel adalah pelanggaran hukum syara' dan pengkhia-natan terhadap Allah SWT dan Rasulnya. Semoga bermanfaat.